Makan pilih-pilih sebagian besar dipengaruhi oleh gen dan merupakan sifat yang stabil

Dalam studi terkini yang diterbitkan di Jurnal Psikologi Anak dan Psikiatri , para peneliti meneliti bagaimana kerewelan soal makanan (FF) dipengaruhi oleh faktor genetik (‘alam’) dan faktor lingkungan (‘pengasuhan’).
Temuan mereka menunjukkan bahwa perbedaan individu dalam FF yang ditunjukkan oleh anak-anak di semua usia terkait dengan faktor genetik. Namun, rewel saat makan pada balita mungkin dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sehingga masa ini penting untuk intervensi guna mengatasi FF.
Latar belakang
Banyak anak yang pilih-pilih soal tekstur atau rasa makanan mereka dan mungkin enggan mencoba makanan yang tidak dikenal, sehingga mereka hanya makan sedikit. FF sering muncul pada balita, mencapai puncaknya antara awal dan pertengahan masa kanak-kanak dan memudar saat anak-anak tumbuh menjadi remaja. Beberapa ahli percaya bahwa FF dapat dialami hingga 50% anak-anak.
Anak-anak yang tidak berhenti rewel soal makan dapat menderita beberapa masalah kesehatan psikologis dan fisik yang merugikan, termasuk kecemasan terkait makanan, kekurangan gizi, dan berat badan yang tidak stabil. Saat mereka tumbuh dewasa, mereka berisiko lebih tinggi mengalami gangguan makan. Dampaknya juga dirasakan oleh keluarga mereka, yang mungkin berjuang melawan kecemasan terkait memberi makan anak-anak mereka dan waktu makan yang terganggu.
Memahami bagaimana alam dan pengasuhan berinteraksi untuk memengaruhi FF dapat membantu peneliti memahami cara mengelola perilaku ini dan kapan intervensi akan paling berhasil.
Tentang penelitian ini
Para peneliti bertujuan untuk memodelkan bagaimana pola makan pilih-pilih berkembang antara masa balita dan awal remaja dan meneliti kontribusi faktor alam dan pendidikan terhadap perbedaan individu.
Kembar lebih mirip secara genetik satu sama lain dibandingkan pasangan saudara kandung lainnya, dengan kembar identik memiliki tingkat kesamaan yang lebih tinggi dibandingkan kembar fraternal. Membandingkan perilaku FF antara kembar identik dan fraternal yang mengalami kondisi lingkungan yang sama memungkinkan para peneliti untuk membedakan dampak faktor lingkungan dan genetik.
Mereka menghubungi 6.754 keluarga yang memenuhi syarat dengan anak kembar, yang mana 2.402 keluarga berpartisipasi dalam survei dasar. Survei tersebut mencakup informasi tentang perilaku makan dan nafsu makan, pertumbuhan, hasil kesehatan, dan lingkungan rumah. Penelitian dimulai saat anak-anak berusia 16 bulan dan berakhir saat mereka berusia 13 tahun.
Untuk memahami perilaku makan, para peneliti mengajukan pertanyaan kepada orang tua, misalnya apakah anak-anak mereka memutuskan bahwa mereka tidak menyukai makanan sebelum mencicipinya, dengan pilihan jawaban mulai dari ‘selalu’ hingga ‘tidak pernah’. Tingkat kesamaan genetik antara si kembar juga dihitung.
Temuan
Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak yang awalnya memiliki skor FF yang lebih tinggi sering kali mengalami peningkatan perilaku makan rewel yang lebih besar seiring berjalannya waktu dalam analisis linier. Namun, mereka juga cenderung menunjukkan penurunan perilaku FF yang lebih cepat antara usia 7 dan 13 tahun. Secara keseluruhan, antara 74% dan 79% perbedaan di antara masing-masing anak dapat dijelaskan oleh faktor ‘alamiah’ atau genetik.
Korelasi ciri-ciri FF antara saudara kembar menunjukkan bahwa genetika memainkan peran penting dalam perilaku FF di semua usia. Secara khusus, saudara kembar identik menunjukkan korelasi lebih dari dua kali lipat yang ditunjukkan oleh saudara kembar fraternal, yang memiliki lebih sedikit kesamaan genetik.
Para peneliti juga menemukan bahwa sifat-sifat FF sangat mudah diwariskan pada semua usia dan pentingnya pengaruh genetik dapat meningkat seiring bertambahnya usia anak-anak, dari 60% pada usia 16 bulan menjadi 84% pada usia 13 tahun. Sementara itu, pengaruh lingkungan hanya signifikan pada usia 16 bulan, dengan kepentingan sebesar 25%.
Analisis lanjutan menunjukkan bahwa faktor genetik paling baik menjelaskan stabilitas FF dari waktu ke waktu. Namun, beberapa pengaruh genetik baru muncul selama masa remaja. Faktor lingkungan yang sama menunjukkan dampak minimal pada stabilitas sifat tersebut. Meskipun pentingnya pengaruh lingkungan yang tidak sama meningkat seiring waktu, pengaruh tersebut kurang penting dibandingkan faktor genetik.